Minggu, 19 Juli 2009

Pak Saloi

Belajar Aja dari Pak Saloi

Cerita Pak Saloi cukup populer di Kabupaten Sambas, walaupun ia merupakan orang bodoh dan akan mengundang tawa bagi yang mendengarkan ceritanya, tetapi jika kita cermati cerita tersebut mengandung hikmah bahwa seseorang itu mesti cerdas dalam hidup ini, baik cerdas secara emosional maupun intelektual. Disebalik kebodohannya, Pak Saloi merupakan sosok yang jujur, bermoral dan sederhana. Cerita ini sering diceritakan sebagai pengantar tidur bagi anak-anak di Sambas pada waktu dulu.
Sekarang kegiatan mendongeng sebelum tidur ini telah mulai menghilang, kegiatan ini dipandang sebagai kegiatan yang kurang bermanfaat, disamping tidak bisanya lagi para orang tua untuk mendongeng serta tergantinya peran tersebut oleh tayangan televisi yang tidak jelas arah pendidikannya-kalau pun ada kebanyakan “hanya” mengajarkan untuk memperebutkan harta, percintaan murahan remaja, perebutan kekasih, pembunuhan, pemerkosaan, kecurangan, penipuan untuk mencapai tujuan, hantu-hantu yang gentayangan untuk membalas dendam, gosip, hedonis dan materialisme-dan permainan modern lainya. Padahal kegiatan mendongeng sebelum tidur ini amat baik digunakan sebagai sarana dalam menanamkan nilai-nilai agama (moralitas) pada seorang anak dan sebagai sarana untuk mempererat hubungan antara orang tua dengan anaknya.
Sungguh hal yang mengejutkan apa yang terjadi Korea Selatan baru-baru ini sebagaimana yang diberitakan oleh koran ini, dimana siswa sekolah dasar melakukan pemerkosaan massal terhadap adik kelasnya, ini terjadi karena mereka ingin menerapkan ilmu yang mereka peroleh dari situs-situs dan VCD porno. Di Indonesia juga telah sering kita dengar, baca dan lihat ditayangan televisi kasus pencabulan dan pelecehan seksual, baik itu yang dilakukan oleh tetangga, guru, kawan bermain, kawan sekelas dan bahkan oleh keluarga korban sendiri yang diakibatkan stimulus dari menonton film dan membaca bacaan porno.
Aneh nian negeri ini ketika ada yang ingin melindungi masyarakatnya dari pornografi dan pornoaksi malah didemo sebagai tanda penolakan terhadap Undang-Undang Anti Pornoaksi dan Pornografi (UU APP) malah oleh umat Islam sendiri. Apalagi Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia setelah Rusia dalam hal pornografi, dan bahkan Indonesia bisa mengalahkan Thailand dalam perdagangan manusia untuk dijadikan pelacur di luar negeri sebagaimana yang dialami beberapa Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sambas di Malaysia.
Begitulah Indonesia, negara subur dengan sumber daya alam yang melimpah dan berpenduduk mayoritas Muslim, yang mana “tongkat dan jala cukup menghidupimu”, demikian syair lagu grup musik Koes Plus menggambarkan mudahnya hidup di Indonesia. Namun sayang banyak rakyatnya yang miskin, berpendidikan rendah serta budaya korupsi yang merajalela dan tidak lumrah rasanya kalau hidup di Indonesia kalau tidak melakukan korupsi dan kolusi untuk menggoroti uang rakyat. Sudah demikian parahkah moral bangsa Indonesia , lalu apa yang dipelajari anak-anak Indonesia di sekolah-sekolah mereka, tidak bisakah pendidikan kita melahirkan generasi yang bukan hanya pintar dengan berjejer gelar akademik namun miskin moralitas.
Tidak bisakah lahir pemimpin yang adil dan dapat mensejahterakan rakyatnya dari rahim wanita-wanita Indonesia atau sudah sedemikian mandulkah wanita Indonesia untuk melahirkan pemimpin seperti Buya Hamka, Umar bin Khatab atau Umar bin Abdul Aziz, atau apakah ini menunjukkan bahwa ajaran Islam hanya difahami sebagai melepaskan kewajiban bersyahadat, shalat, puasa, zakat dan haji tanpa tahu esensi dari pengamalan ajaran tersebut dalam kehidupan, atau juga kita telah terlampau pintar untuk mengakal-akali Tuhan dengan pikiran yang kita bangun sendiri sesuai dengan keinginan-syahwat-kita tentang agama ini.
Kita perlu menyelamatkan bangsa ini dari kebangkrutan. Kita perlu memperbaiki pengajaran yang kita lakukan terhadap anak bangsa ini, dan ini bermula dari diri kita pribadi, keluarga, masyarakat dan Lembaga Pendidikan. Pendidikan agama-moral-perlu terintegral bukan hanya mengambil sisi luarnya tetapi juga nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Di sekolah umum misalnya selain jam pelajaran agama yang hanya 2 jam per minggu, materi yang diajarkan hanya melalui pendekatan fiqh an sich, tidak menyelami makna atau esensi mengapa kita melakukan hal tersebut.
Pola yang terbaik adalah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw, dimana Beliau menanamkan kesadaran dalam hati para sahabat tentang hakikat ajaran Islam, Beliau memberikan jawaban sesuai dengan karekteristik orang yang bertanya tentang sesuatu dan Beliau melaksanakan serta memberikan teladan (Uswatun Hasanah dan Qudwah) tentang apa yang diucapkannya. Inilah yang tidak kita miliki, hanya bisa menyuruh tidak bisa memberi teladan, NATO (No Action Talk Only). Rakyat disuruh hidup sederhana, penguasanya hidup mewah. Rakyat disuruh berhemat, penguasanya hidup semaunya. Subsudi untuk rakyat miskin dicabut, sedangkan penguasanya terus mendapat fasilitas negara. Rakyat dipaksa untuk memaklumi mengapa penguasanya mengeluarkan kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada mereka, walau sebenarnya tidak layak untuk disebut kebijakan.
Patut kiranya untuk kita belajar dari Pak Saloi tentang kejujuran, kesederhaan dan moralitas. Sebab secara intelektual tentu kita lebih pintar daripada Pak Saloi. Pak Saloi menjalani hidupnya dengan apa adanya, mengalir ibarat air. Walaupun bodoh ia masih mau bekerja dengan cara yang halal, sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap istri dan anaknya. Pak Saloi tidak mengeluh walaupun ia hidup dalam kesederhanaan. Inilah yang mesti kita ambil dari Pak Saloi, bukan kebodohannya. Jadi belajar saja dari Pak Saloi.

2 komentar:

  1. mantab...makasih,,aku dari paloh..

    BalasHapus
  2. Setuju saya.saya pun meminati cerita-cerita pak saloi itu dahulu semasa kecil almh nenek saya sring dongeng seblm tidur.hanya saja sekarang byk lupanya sehingga tak bisa saya transfer ke anak-anak

    BalasHapus